Ekonomi Digital Perlukan Norma Perpajakan Internasional yang Baru

By Admin

nusakini.com--Perkembangan digital telah membawa banyak perubahan pada wajah dunia bisnis. Perusahaan berbasis teknologi meraup keuntungan yang besar dari pasar. Sayangnya negara berkembang relatif belum bisa mengambil manfaat dari perkembangan bisnis ini karena norma pajak yang ada tidak mampu diterapkan untuk bisnis jenis baru ini.

Untuk itu, Indonesia dan South Centre mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan pertemuan the 2nd Annual Tax Forum. Pertemuan internasional para ahli bidang perpajakan tersebut dilangsungkan di Yogyakarta (25-27/4). 

Pertemuan dibuka dengan sambutan Gubernur D.I. Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang dibacakan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemprov DIY, Budi Sulistyo. Dalam sambutan tertulisnya, Gubernur menyampaikan makna strategis pertemuan the 2nd Annual Tax Forum sebagai wahana untuk menciptakan referensi aturan pajak yang kondusif bagi dunia bisnis dan bernilai positif bagi Pemerintah. Beliau mengutarakan bahwa insentif dunia usaha merupakan salah satu fokus dari kebijakan Pemprov D.I. Yogyakarta. 

Memperkuat pandangan Gubernur, Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Kamapradipta Isnomo, mewakili Wakil Menteri Luar Negeri menyampaikan sambutan pembukaan dalam pertemuan.

Direktur Kamapradipta menekankan mengenai peran kerja sama internasional untuk memperkuat kemampuan negara-negara berkembang dalam hal perpajakan. Beliau mengidentifikasi sejumlah isu krusial yang penting untuk dibahas dalam pertemuan, termasuk mengenai 'environmental taxes', 'transfer pricing' dan 'collective investment vehicles'. Ditekankan bahwa Kemlu akan terus aktif mengambil peran dalam pembahasan isu-isu pajak internasional sebagai bagian dari upaya untuk mendorong diplomasi ekonomi nasional. 

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Pajak, Robert Pakpahan, memberikan ulasan mengenai kebijakan Pemerintah mengenai pajak dalam kaitannya dengan pemenuhan target-target pembangunan nasional, termasuk melalui kebijakan Tax Amnesty yang telah berhasil mengumpulkan Rp 114 Trilyun ang tebusan, Rp 4,7 Trilyun deklarasi aset dan Rp 147 Trilyun dana repatriasi. Dirjen juga menyampaikan perkembangan terbaru kebijakan Pemri mengenai pajak melalui UU 9/2017 mengenai Akses terhadap Informasi Keuangan dan sejumlah langkah-langkah kebijakan pajak lainnya pada tahun 2018.

Disampaikan bahwa peran penting pajak penting dalam rangka membangunan postur perekonomian yang lebih mandiri dan lebih sehat. Ditekankan pula bahwa Kementerian Keuangan akan senantiasa tanggap terhadap perkembangan ekonomi dan bisnis global, termasuk pesatnya perkembangan bisnis digital. 

Pertemuan the 2nd Annual Tax Forum menghadirkan sejumlah sejumlah pakar dan pejabat tinggi dari 25 negara. Selain Indonesia, sejumlah negara yang hadir antara lain dari Aljazair, Burundi, China, Ecuador, Mesir, India, Iran, Malaysia, Nigeria, Filipina, Tajikistan, Uganda dan Vietnam. Dalam pertemuan 3 hari tersebut, para ahli diharapkan dapat berbagi informasi dan inovasi kebijakan perpajakan untuk menyikapi dinamika ekonomi dan bisnis internasional saat ini. 

Kegiatan the 2nd Annual Tax Forum merupakan kerja sama yang kedua antara Pemerintah Indonesia dengan South Centre mengenai isu perpajakan. Sebelumnya, kerja sama kegiatan sejenis telah dilakuan pada tahun 2016 lalu. South Center merupakan organisasi think thank yang berfokus pada riset dan analisa untuk kepentingan negara berkembang di tingkat global. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri organisasi ini pada 1995. South Center memiliki kaitan yang sangat erat dengan Gerakan Non Blok (GNB) yang juga diprakarsai oleh Indonesia dan sejumlah negara lain pada 1961. 

Informasi lebih terperinci mengenai kegiatan the 2nd Annual Tax Forum dan South Centre dapat diperoleh dari Sdri. Maria Putri Kusumanegari (Telp. +62 21 384 86 88) pada Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral, Kementerian Luar Negeri. (p/ab)